Untuk
istriku tercinta: Rahmi Mutia binti Asmaruddin
Apakah masih membekas dalam ingatan?
Saat pertama kali kita berjumpa.
Apakah masih membekas dalam ingatan?
Saat pertama kali kita saling berbicara sekedar
memperkenalkan diri.
Tidak ada hingar bingar pembicaraan selain saling
memperkenalkan diri
Tidak ada hingar bingar ruangan selain ruang keluarga
yang sederhana
Duduk bersimpuh beralaskan permadani
Didampingi sahabat dalam suasana yang serba canggung
Namun sesekali berusaha mencuri pandang
Tiga tahun lalu
Dalam istikharah kusebut namamu
Berharap petunjuk dari ilahi Rabbi tuhan semesta alam
Kepada Ayah dan ibu kuutarakan niat suci
Tidak menyesal orang yang beristikharah
Tidak merugi orang yang bermusyawarah
Tiga tahun lalu
Enam belas maret dua ribu sepuluh
Kulangkahkan kaki dengan perasaan bercampur aduk
Diiringi keluarga dan kerabat menuju bangunan nan agung Mesjid Raya Baiturrahman
Mengucap akad yang sangat sakral di depan para saksi dan
undangan.
Mengharap ucapan sah dari para saksi diikuti ucapan
hamdallah para undangan.
Tiga tahun lalu
Enam belas maret dua ribu sepuluh
Insya Allah…. Insya Allah… Insya Allah…
Kubisikkan janjiku…. dalam perjanjian yang berat dan
kokoh
Kuberjanji dalam perjanjian Mitsaqan Ghaliza disaksikan
para malaikat
Kuberjanji kepada Allah aza wa jalla untuk mengemban
amanah Nya
Kuberjanji pada keluargamu dan keluargaku untuk membina
rumah tangga yang sakinah
Kuberjanji pada dirimu untuk menjadi imam mu dan
anak-anak kita nantinya
Kuberjanji pada diriku untuk menjadi pribadi yang lebih
baik lagi.
Ya Allah kuatkan aku dalam memenuhi janji ini pada-Mu,
padanya dan pada diriku.
Dua tahun lalu
Empat belas Januari dua ribu sebelas.
Ribuan kilometer diseberang sana
Hati bergemuruh membaca kabarmu
„anak kita akan lahir“ itu bunyi pesan singkat darimu
Saatnya
tiba, buah cinta akan segera hadir ke tengah-tengah kita.
Kembali
perasaan cemas dan bahagia bercampur aduk
Berpacu
dengan waktu, mengarungi angkasa, pulang ke rumah.
Agar dapat menemani jihadmu wahai adinda
Agar dapat menyandungkan alunan azan dan iqamah di
telinga buah cinta.
Tangisan
bayi membahana
Ucapan
hamdallah bersahutan
Kugenggam erat tanganmu dengan berlinang air mata,
keharuan membuncah
Azan dan iqamah kukumandangkan berharap berkah dan ridha
Allah aza wa jalla
Sepakat
kita memanggilnya „Rayhanah Jinan Ulya“
Sepakat
kita untuk mendidiknya menjadi anak yang salehah.
Belum
lebih lima hari kebersamaanku dengan kalian
Kembali
aku pergi meninggalkanmu dan buah hati kita
Bermusafir, meraih asa, mengejar cita
Menuntut ilmu di ruang dan waktu yang berbeda.
Baru tiga tahun
Enam belas maret dua ribu tiga belas
jangan katakan sudah satu tahun!
jangan katakan sudah dua tahun!
jangan katakan sudah tiga tahun!
Namun katakanlah „baru satu tahun, baru dua tahun hingga
baru tiga tahun!“
Karena kata „baru“ lebih kita sukai daripada kata „sudah“
Sampai ketetapan Allah SWT berlaku di antara kita.
Baru tiga tahun
Namun kebersamaan kita masih sangat sedikit
Batasan jarak terpaut jutaan kilometer
Batasan waktu terpaut enam jam
Batasan benua terpaut antara bagian bumi yang lain
Ma’afkan aku jika kadaannya seperti ini
Belum berada pada waktu dan ruang yang sama melalui
lika-liku kehidupan
Beratnya perjuangan ini adalah sebuah tempaan bagi kita
insan
Maka lapangkanlah hati kita.
Hati yang lapang akan berbuah kesabaran dan kesyukuran
Aku
mencintaimu karena Allah SWT.
Semoga
Allah mencintaimu, karena aku tahu engkau juga mencintaiku karena Allah.
Enam
belas maret dua ribu tiga belas.
Dessau,
Jerman
Alman
Faluthi
No comments:
Post a Comment